Selasa, 22 Mei 2012

Btapa Aku Mencintainya


Penulis : Evy Dewi Utami

Pertemuanku dengan Bagas sore ini mengungkit lagi kenangan lama yang sulit untuk dilupakan. Semua berawal dari masa SMA dulu,
Anak-anak sekalian, hari ini kita kedatangan murid baru dari Jakarta, Bagas namanya.
Bagas nama yang asing di telingaku karena nama itu seperti nama anak-anak kota pada umumnya, begitu juga dengan penampilannya.
Satu hal yang diluar perkiraanku, Bagas sangat rendah hati, tidak pernah sedikitpun kesombongan terpancar dari perilakunya.
Nama kamu Nirmala kan? Begitu dia mengawali sapaannya padaku.
Iya namaku Nirmala, ada apa? Jawabanku seadanya……
Aku dengar dari teman-teman, kamu adalah yang terpintar di kelas kita…….
Mereka terlalu melebih-lebihkan…..aku biasa aza….anak kampung yang ingin maju…… kamu perlu apa?
Ternyata Bagas ingin sekali menjadi bagian dari kelompok belajar yang telah kami bangun sejak kami sama-sama masuk dalam ruangan ini di semester pertama.
Kita Tanya teman-teman yang lain ya….kalau mereka setuju…..kamu dapat bergabung, Ternyata teman-teman telah setuju semuanya. Jadilah kami satu tim dalam kelompok belajar.
Hari berganti hari….minggu berganti minggu…..bulan berganti bulan……. Kedekatan kami tidak hanya sekedar teman dalam satu kelompok belajar.
Semakin hari Bagas semakin memperhatikan aku, mulai dari menjemput dan mengantar ked an dari sekolah…..kebetulan dia selalu diantar dengan sopirnya.
Entah kenapa…..aku juga enggan menanyakan seperti apa keluarganya….karena hampir tidak pernah kutemui keluarganya secara utuh…..tiap ada acara yang hadir hanya ibunya…atau hanya pamannya.
Begitulah……semua berjalan dengan apa adanya….seperti air mengalir……tanpa tujuan…tanpa maksud apa-apa.
Kebetulan kelas XI kami sekelas kembali, melalui hasil pemilihan dari ranking kami masing-masing. Hal yang sangat menyenangkan dapat berkumpul kembali dengan teman-teman satu tim kelompok belajar.
Kedekaatan ini menjadi sangat janggal, karena semua menjadi berubah tidak tahu apa yang terasa.
Kehilangan sehari saja dari kebersamaan aku dengan Bagas, membuat hati ini gundah gulana. Aku (Nirmala) gadis kampung yang semula ceria menjadi seorang gadis yang tidak punya semangat jika Bagas tidak ada.
Suatu hal yang tidak bias dimengerti dan tidak bisa dipahami dan lebih rumit dari rumus matematika yang terumit sekalipun.
Akhirnya kuputuskan untuk curhat dengan teman perempuanku, Dita namanya…..
Dita…aku mau Tanya……
Tanya apa Nir…..kelihatannya kamu begitu aneh hari ini?
Pernah tidak kamu merasa hidup ini lebih indah dengan adanya seseorang atau bersedih jika seseorang itu tidak ada?
Dengan tanpa diduga……Dita tertawa terbahak-bahak…….dan membiarkan aku terbengong tak mengerti melihat tawanya.
Nirmala….Nirmala…..itu namanya kamu jatuh cinta……sama siapa Nir? Aku tidak pernah melihat kamu punya sikap yang berbeda terhadap semua teman-teman kita.
Dengan tak kalah berkecamuknya hati ini…..aku hanya bisa terpana…..aku yang anak kampung ini bisa jatuh cinta? Dengan Bagas yang anak kota itu? Ah tidak mungkin, bisa saja Dita salah dan hanya mempermainkan aku.
Tepat di hari kenaikan kelas XII, diumumkan bahwa aku ternyata tidak sekelas lagi dengan teman-teman belajarku, begitu juga dengan Bagas, kita dipisah-pisah karena harus ada pemerataan dalam pembagian murid-murid yang pintar dengan yang biasa saja.
Nir….Nir…..aku dengar Bagas memanggilku………, Ada apa Gas? Nanti sore kamu ada waktu pergi denganku? Jam 5 aku jemput dirumahmu ya……..
Dengan perasaan yang tidak menentu……aku tunggu kedatangan Bagas…….sesuai janjinya dia datang tepat waktu…….setelah pamit dengan kedua orang tua ku, kamipun pergi ke warung yang biasa tim kami bercengkrama.
Nir…..mau kan kamu jadi pacar aku????seperti disambar petir di siang bolong……aku tidak bisa berkata-kata apa-apa…..antara bingung dan gembira…..inikah rasa yang selama ini kurasakan?




Nir…..mau kan? Tanpa mengeluarkan sepatah katapun….aku menganggukkan kepala….
Sejak saat itu hari-hari kulalui dengan pernuh kebahagiaan, kami saling melengkapi satu sama lain, selalu berbagi susah dan senang, tidak pernah ada hal yang membuat kami bersedih.
Hari berganti hari…..waktu berganti waktu……tibalah kami di penghujung sekolah kami, kami harus mennetukan kemana kami akan melanjutkan cita-cita kami. Aku memutuskan untuk ke Yogyakarta begitu juga dengan Bagas. Kebahagiaan tidak terkira karena ternyata kami bisa masuk ke Universitas Negeri ternama bersama-sama dengan jurusan yang sama pula….ekonomi.
Nir….Nir…..tunggu Nir…..begitu Bagas mengejarku, ada yang ingin aku sampaikan, aku akan kembali ke Jakarta, karena orang tuaku memanggilku pulang. Ada apa? Kenapa begitu tiba-tiba? Bagas tidak bisa memberikan jawaban, hanya wajah murungnya yang kulihat.
Seminggu kemudian Bagas kembali dengan berita yang tidak pernah sekalipun aku harapkan, Maafkan aku Nir…..aku sudah bertunangan dengan perempuan piihan orang tuaku.
Semua itu seperti kebohongan yang nyata dalam hidupku….
Anehnya….tidak ada hal yang perlu aku sesali…semua sudah menjadi takdir buatku dan buatnya. Sudahlah Bagas………..tidak apa2……..semua sudah terjadi……….tidak ada lagi yang harus disesali……mungkin kita memang tidak berjodoh…..
Tidak ada tangis, tidak ada air mata, yang ada hanyalah rasa sakit yang begitu mendera dalam hati.
Ternyata…..seorang Nirmala tidak setegar yang tampak di luar…….aku benar-benar kehilangan dirinya……..
Setelah Bagas pergi…….baru kusadari betapa aku sangat menrindukan hari-hari bersamanya………betapa aku tidak bisa berbahagia di tengah-tengah keramaian ……..semua menjadi sunyi………..meskipun beberapa kali Bagas berusaha menghubungiku dan menyatakan bahwa aku lah cinta dalam hidupnya.
Beberapa tahun berganti …………cinta ini ku tanam dalam diri………hidupku harus terus berjalan ada atau tidak ada Bagas dalam hidupku. Lambat tapi pasti aku dapat melupakan Bagas.…..meski tidak dapat dipungkiri setelah Bagas pergi baru kusadari betapa aku sangat mencintainya. 

TAMAN


Penulis : Siti Rusminah

Pagi ini aku sedang menyusuri halaman kampus, memandangi bunga-bunga yang bermekaran. Berharap suatu saat nanti hatiku pun akan mekar kembali. Dari kejauhan terlihat seorang wanita sedang menatapku dan bergegas menghampiriku.Sepertinya aku ingat wajah wanita itu, ya dialah Siska pacar sahabat ku Rey.entah ada apa dia datang ke mari.
       “hai..! kamu Iyank kan?” Tanya Siska
       “iya..kamu Siska..?”
       “yupz,, kamu benar. Ternyata kamu masih ingat sama aku. By the way , Aku datang ke sini mau ketemu sama Rey. Sekarang dia kemana? Tumben kalian gak bareng?”
        Mendengar pertanyaan itu hatiku seakan teriris. Siska belum tau sama sekali kabar 2 tahun lalu. Mataku mula perih. Air mata ini ingin sekali aku tumpahkan.
        “mm.. ikut aku, nanti aku certain semuanya sama kamu.” Kataku.Siska hanya mengangguk. Ku ajak Siska ke sebuah taman.
Setibanya di taman…
      “kenapa kamu ajak aku kesini?” Tanya Siska heran.
      “ini tempat kami bermain. Aku dan Rey senaj membuat rumah pohon di taman ini.Di tempat ini Rey mengajari ku banyak hal. Rey membuat ku berani. Jujur aja, aku ini seorang yang penakut, aku takut pada banyak hal. Tapi Rey membantuku untuk mengubah semua itu.
        Tapi sekarang Rey sahabat ku itu tlah tiada dan takkan pernah ada lagi. Entah kapan aku bisa bertemu dengan nya lagi. Mungkin di surga sana aku akan menemukannya..Selalu ku ingat semua perkataannya. Rey menjagaku seperti ayah dan sanagt menyayangiku seperti ibu, aku sangat merindukannya…”
      2 tahun sudah aku tidak bersama Rey. Kecelakaan itu takkan pernah aku lupakan. Kecelakaan naas yang menimpa kami. Saat itu aku dan Rey berada di rumah pamanku. Kami berencana untuk pulang. Tak seperti biasa nya, Rey merasa takut untuk mengendarai sepeda motornya dan aku merasakan hal yang ganjil.Aku terus menerus meminta Rey untuk menemaniku, meski ku tau kebersamaan kami selama seminggu di rumah paman bukan lah waktu yang singkat. Sempat ku urungkan niatku unuk pulang tapi Rey tetap bersikeras untuk pulang.Sampai –sampai aku dan Rey mengalami perdebatan.
         “Rey liat donk. ! hari mulai sore. Dan hujan juga bakal turun,,!”
         “gak apa-apa lah Yank..! hujan kan Cuma air, lagian perjalanan kita Cuma 3 jam, gak lama..!”
         Setelah beradu argument, pada akhirnya tetap aku dan Rey pulang
        Setengah perjalanan hujan mulai turun. Hujan lebat yang di sertai petir ini membuat ku takut.”Dasar cewek penakut.! Sama petir ajah takut.” Kata Rey saat ku bilang aku takut pada petir. “udah petir ini gakkan bunuh kamu.. inget apa kata aku. Kamu harus jadi cewek pemberani.!! “ kata Rey.
         Hujan mulai reda.kami pun melanjutkan perjalanan perjalanan. Rey amat berhati-hati melajukan motornya di jalanan yang basah dan licin yang di sertai tikungan-tikungan tajam. Rasa dingin mulai menyergapku. Karna baju yang basah dan udara malam yang dingin . tubuhku menggigil.
        “Yank, tangan kamu gemetar ! kamu sakit Yank.?”Tanya Rey. Aku hanya diam. Rey pun kembali menghentikan motornya, lalu menatapku “muka kamu pucat banget? Kamu kedinginan ya.? Nih pake jaket aku “ kata Rey, lalu melepaskan jaketnya dan mengenakannya pada ku. “kamu bawa syal kan?”Tanya Rey. Aku mengangguk . Rey membuka ransel ku dan mengambil syal di dalam nya “nh kamu pake.!”
        Aku hanya bisa menatap Rey, sedikit rasa dingin ini hilang. Rey menggosok-gosokan tangannya ke tanganku.”gimana? udah agak mending..” aku mengangguk. “hmm.. kamu ini ,bikin aku khawatir aja..!”
      “makasih ya Rey..!”kataku terbata-bata
      “iya. Udah gak terlalu dingin kan..? sekarang kuat gak buat jalan lagi..?”
      “udah, ayo kita terusin”
       “ok. Nanti di deket pertigaan sana ada rumah makan. Kita berhenti lagi di sana.”
       Sampailah kita di rumah makan itu. Rey memesan 2 porsi makanan dan milk tea hangat kesukaan  ku. Rey tau betul apa yang aku suka dan yang gak aku suka. Malam ini Rey perhatian banget. Di sela –sela obrolan kami, Rey menunjukan sebuah kalung padaku.
        “nih kamu pakai ya.. kalau kamu kangen aku, liat aja kalung ini, tapi kalo gak ya udah gak usah.” Kata Rey sedikit ragu
        “ekh kamu ngaco Rey..!yang ada itu kamu kasih kalung ini ke pacar kamu Rey, bukan ke aku.”
        “buat aku, kamu yang terpenting Yank. Kamu sahabat aku, lagian Siska lagi keluar negri. Ga tau kapan dia balik lagi.”
       Di rumah makan, aku dan Rey bercanda riang. Dia terus –terusan menunjukan sikapnya yang kocak.  Kami menyanyi seakan hanya ada kami berdua disana. Rey pun menyanyikan lagu ‘hilang’ lagu kenangan kita berdua. Kedengarannya si lebay. Tapi itu lagu yang pas , karena waktu it aku dan Rey sma-sama putus cinta
         Makanan habis, tubuh pun segar kembali.kami meneruskan perjalanan yang masih cukup jauh. Di jalan, Rey masih saja menggodaku. Sesekali ia melajukan motorna dengan cepat. Sampai aku ketakutan.
        Tapi semua kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Dari arah berlawanan ada truk yang melaju tak terkendali. Rey mecoba menghindari truk tersebut tapi sayang, motor kami masuk ke dalam jurang. Semua itu terjadi begitu saja. Beruntung aku masih sadarkan diri, aku mendapati Rey yang tak berdaya.  Ku panggil – panggil namanya. Rey tak kunjung bangun.
         Darah pun terlihat keluar dari kepala bagian belakangnya dan barulah aku sadar Rey telah tak  bernyawa. Aku menangis tak henti, “aku kehilangan Rey” gumam ku. Berbeda dengan Rey, aku hanya mengalami patah tulang di bagian kaki dan tangan kiriku.
       Setelah di evakuasi dan jenazah tiba di rumah duka, aku masih saja menangis. Jaket, kalung dan syal yang Rey kenakan padaku terus aku genggam. Hati ini ingin sekali melawan takdir, tapi tak ada yang dapat aku lakukan selain menerima kepergian Rey..
,,,
       Mendengar semua cerita itu, Siska menangis. Bukan hanya Siska, aku pun menagis.
      “rumah pohon ini adalah tempat berkumpulnya semua kenangan aku dan Rey, hmm hanya kenangan yang tersisa disini.”