Sabtu, 05 Mei 2012

BILA TUHAN BERKEHENDAK


Semua orang pasti akan pergi meninggalkan dunia ini, hanyalah waktu yang berbeda diberikan Tuhan kepada kita. Andai aku bisa meminta dan memohon kepada Tuhan mungkin semuanya tak akan menjadi seperti ini. Apalah daya seorang manusia hanya bisa memohon dan bersabar pada takdir yang diberikan Tuhan. Rasanya begitu kejam takdir yang telah diberikan padaku namun semua ini harus diterima dan karena inilah yang terbaik. “ Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang selalu berusaha mengejar yang terbaik”. Air mata menjadi sahabatku sehari-hari rasanya sulit untuk tidak meneteskan air mata. Tak ada seorang pun yang tahu bagaimana keluh kesahku setiap hari hanya Tuhan lah yang tahu dan mengerti perasan ini walau tanpaku bercerita Tuhan pasti tau apa yang sedang kuhadapi dan kurasakan karena Tuhan lah yang menciptakanku. Semua yang pernah terbayang dalam ingatan dan semua yang ditakuti mungkin akan datang pada suatu waktu tapi entah kapan waktu itu tiba. Rasanya dengan membayangkannya saja seluruh tubuh sudah menggigil dan bulu kunduk pun merinding. Namun selalu mencoba untuk menguatkan pada tekadku bahwa waktu itu pasti akan datang hanya tinggal menunggu waktu. Aku harus kuat melaluinya tentu harus ikhlas dan sabar menerimanya walaupun itu sangat berat bagi hidupku. Membayangkannya pun sudah berjatuhan air mata bagaimana bila itu adalah kenyataan, sungguh sulit untuk kupikirkan.
Hampir tiap malam selalu ditemani dengan bayang-bayang itu tak pernah hilang dalam pikiranku, berat sekali meninggalkan bayangan itu setiap kali ingin dihilangkan tetapi semakin dekat bayangan itu. Seakan-akan Tuhan telah memberikan isyarat agar aku harus bisa melalui hari-hari itu. Pada suatu malam aku berkata pada Tuhan “Bila memang itu yang terbaik maka siap untuk menunggu waktu itu tiba”. Bila waktunya tiba berikanlah ketegaran dan ketabahan padaku, adikku, keluargaku, dan semua orang yang menyayanginya dan berikan tempat disisiMu serta pertemukanku lagi dengannya disuatu waktu yang lebih indah.
Bayangan itu bukan hanya miliku saja, tetapi juga papah dan seluruh keluarga kami, mungkin apa yang aku rasakan akan juga lebih dirasakan oleh papah. Namun, semuanya itu tak pernah dibicarakan mungkin sama halnya denganku hanya pada Tuhan lah kami semua mengadu dan berkeluh kesah. Dibalik semua senyum dan tawa yang dirasakan selalu terselip sedih yang tertutupi oleh senyum manis karena tak ingin semua orang tahu apa yang sedang dirasakan cukuplah Tuhan yang tahu dan tak ingin membuat orang lain khawatir akan keadaanku.
Adikku masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa juga terlalu kecil untuk harus bisa menerima semua ini. Kala itu adikku berumur 4 tahun, belum pantas semua itu harus diterima dan ditanggung oleh adikku yang masih berpikiran polos. Seharusnya waktu-waktu itu menjadi waktu yang diisi dengan bermain dan bersenang-senang, tetapi semua keluarga sibuk dengan hal lain dan tak ada waktu untuknya.
Keadaannya semakin memburuk bahkan sampai untuk bernafas pun sulit dan terlihat begitu pucat dan lemah.
“ Fi, sepertinya sekarang harus cepat-cepat ke rumah sakit” Kata ayah yang begitu cemas melihat keadaannya.
“Ia..ia… sekarang harus cepat dibawa ke rumah sakit terdekat saja dulu melihat keadaannya seperti itu.”Jawabku sambil kebingungan.
“Ka..Ka..Ka..mau kemana? Nanti sama siapa dirumah?” Kata Kiki,adikku.
“De tunggu dirumah jangan kemana-mana kami mau ke rumah sakit, jangan ikut” Kataku sambil membujuk.
“Tapi Ka dirumah sama siapa, takut..takut..takut hantu. Ki ikut aja ya Ka?”
“Gak, tunggu aja dirumah, biar nanti kakak yang akan mengunci dari luar diam aja dirumah nonton tv jangan takut gak akan ada hantu percaya sama kakak”
Seluruh keluarga kumpul di rumah sakit dan begitu mencemaskannya karena melihat keadaannya yang tidak baik tabung oksigen telah terpasang dan selang infus pun memberikan kekutan kepadanya. Rumah sakit sudah tidak mampu lagi untuk menanganinya dan saat itu juga harus dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin.
“Pah…Fi ikut ya?” Kataku sambil meneteskan air mata karena khawatir dengan keadaannya.
“Jangan,jaga adikmu saja dan jangan lupa berdoa terus biar keadannya membaik” Jawab papah yang sedang duduk di ambulan.
“Tapi…tapi…pelis, kali ini aja tolong izinin Fi ikut?”
“ Gak Fi, papah gak bisa tolong kamu mengerti…”
“Ia Fi mengerti, tolong jaga mamah baik-baik ya Pah”
Secara tiba-tiba mamah yang sedang berbaring di mobil ambulan berkata padaku walaupun dengan terbata-bata.
“Fi….Fi…”
“Mamah…mamah..harus kuat, yang sabar ya mah Fi tunggu dirumah”.Kataku sambil merangkul mamah.
“ Baik-baik ya dan jaga adikmu mamah mau pergi”. Jawab mamah yang terlihat begitu sulit untuk berbicara karena tertutupi oleh alat-alat yang terpasang dimulutnya.
“Fi, Kami berangkat dulu jaga dirimu baik-baik dan juga adikmu” Kata Papah sambil menutup pintu ambulan.
Sirine ambulan berbunyi dan perlahan meninggalkan rumah sakit, rasanya aku ingin berlari mengejar mobil ambulan itu dan ikut untuk mendampingi mamah. Aku terdiam sejenak dihalaman rumah sakit menatap rumput-rumput sambil termenung. Melihat keadaan seperti barusan dan melihat kondisi mamah yang begitu lemah dan sangat mengkhawatirkanku serta selelu kuingat pesannya “Baik-baik ya dan jaga adikmu” membuatku merasa begitu memiliki tanggung jawab yang besar terhadap adikku.
Semuanya akan kulakukan demi adikku, apapun itu akan kuberikan semua kebahagiaan kepada adikku. Kebahagiaan yang mungkin belum banyak dirasakan Kiki dari mamah akan aku gantikan. Tetes air mata sudah tak mapu lagi untuk kupertahankan perlahan membasahi wajahku yang sedang terlihat kusut. Tapi tak ingin bila dihadapan adikku wajah ini terlihat sedih biarkan hati yang bersedih.
“ Ka, gimana mamah?”Kata adikku.
“Mamah baik-baik aja kok, hanya mau kontrol aja biasa check up” Kataku sambil meyakinkan.
Maafkan kakak…maaf sudah membohongimu ini semua kakak lakukan demi kamu. Kataku dalam hati sambil menatap kosong pada layar televisi.
“Kapan Ka, mamah pulang?”
“Sebentar lagi juga pulang kalau kondisinya sudah membaik, kita harus berdoa buat mamah biar semuanya baik-baik aja” Jawabku sambil menahan air mata.
Tak henti-hentinya kupanjatkan doa untuk mamah, agar bisa pulang dan sehat lagi seperti dulu.
Kring….kring…kring…telepon berbunyi dan jam menunjukan pukul 19.15 WIB. Ketika telepon berbunyi rasanya hati ini begitu berdegup kencang karena mungkin itu telepon dari rumah sakit yang memberikan kabar. Apakah itu kabar baik ataupun kabar buruk aku pun tidak tahu dan berat sekali untuk bisa mengangkat telepon dimalam itu. Perlahan telepon itu kuangkat,
“Hallo….” Kataku sedikit gugup dengan terbata-bata.
“tut..tut..tut…tak ada panggilan dan terputus.
Sejenak kuberpikir dan terus bertanya-tanya pada diri sendiri, siapa yang nelpon barusan? Ada apa? Kenapa putus?
Mungkinkah itu pertanda buruk atau hanyalah orang iseng ntah lah….
Tiba-tiba, Bibi dan saudara-saudaraku datang dengan terburu-buru menghampiri dengan wajah yang tegang dan penuh dengan kesedihan. Hatiku pun mulai dapat menafsirkan” mungkin inilah waktunya”
“Fi, sabar ya nak yang tabah” Bibi berbisik padaku sambil meneteskan air mata, seraya merangkulku iba.
“Kenapa Bi?….Mamah kenapa?” Tanyaku sendu.
Tak ada jawaban sepatah kata pun hanya yang dilakukan merangkul dan memelukku. Baju yang kupakai seketika basah dengan tumpahan tetesan air matanya, tetapi masih belum mengerti apa yang terjadi.
“Bi…kenapa?”
“Apa kondisinya semakin kritis” Desakku panik.
“Ka..ka…kenapa bibi dan semuanya pada nangis ka?” Kata adikku yang berpikiran polos dan tak mengerti.
“Kalian yang sabar ya, mamah sudah sampai pada waktunya Fi” Jawab bibi dengan terbata-bata sambil memeluk erat tubuhku.
“Barusan ada telepon dari papahmu, kondisinya sangat memburuk dan sampai akhirnya…..” Kata Paman meyakinkanku.
Aku pun langsung teriak sekencang-kencangnya memanggil mamah….mamah…mamah… jangan pergi jangan tinggalin Fi jangan tinggalin kita semua mamah….mamah…..
Tuhan begitu jahat padaku, mengapa harus sekarang waktu itu tiba. Aku pun masih belum bisa menerima semua keadaan ini. Aku merasa sangat marah pada Tuhan dan begitu kecewa.
Aku menangis dan tak sadarkan diri, semua ini memang sangat sulit untukku terima. Usiaku yang masih beranjak remaja sudah harus menerima semuai ini. Usia yang seharusnya seperti remaja lainnya yang setiap hari bermain dan bersenang-senang tapi itu semua tidak pernah aku rasakan. Bahkan aku harus rela untuk menghadapi hari-hariku tanpa seorang mamah yang begitu menyayangiku, baik dan selalu mengerti apa yang kurasakan.
Sirine ambulan pun perlahan-lahan mendekati pekarangan rumahku, banyak orang yang berdatangan kerumah. Tetapi aku masih belum sepenuhnya tersadar dan masih terasa berada dalam mimpi.
“Fi…Fi…”: Papah turun dari ambulance dan langsung menghampiriku sambil menangis tersendu-sendu.
Sekarang aku tak bermimpi, sekarang waktu itu sudah tiba. Semua ini harus aku terima seperti janjiku pada Tuhan kalau aku akan bisa dan mampu menghadapi semua ini dan akan ikhlas menerimanya. Pada saat waktu itu tiba aku ternyata tak bisa menempati janji tersebut. Aku malah membenci Tuhan, seolah-olah Tuhan tak menyayangiku dan Tuhan tidak adil terhadapku.
Tuhan tidak adil…Katanya Tuhan akan selalu menyanyangi, tapi kenapa Tuhan hari ini mengambil mamah yang sangat aku sayang.
“ Pah…Tuhan jahat sudah mengambil mamah” Kataku dengan wajah yang dipenuhi air mata.
“ Sabar nak mungkin ini berat buat kamu, tapi papah yakin kamu pasti kuat karena kamu terlahir bukan papah ajarkan untuk menjadi wanita yang lemah dan Tuhan pun telah menjadikanmu untuk kuat dengan semua cobaanNya. Jangankan kamu, sebenarnya papah juga sangat berat dalam menghadapi semua ini apalagi kamu dan adikmu yang masih kecil untuk bisa mengerti dan menerima keadaan seperti ini. Yakinlah mungkin ini yang terbaik untuk kita yang diberikan Tuhan” Kata Papah yang terus menenengkanku agar bisa meneriama semua cobaan ini.
“ Tidak…Tuhan jahat sama Fi kalau Tuhan baik mungkin tidak akan mengambil mamah” Kataku yang masih belum bisa menerimanya.
“ Fi…sayang jangan pernah bilang seperti itu lagi ya? Itu gak baik sayang” Jawab Papah yang terus mencoba menenangkan hatiku.
Tak henti-hentinya aku menangis ketika melihat mamah yang terkujur kaku berada tepat dihadapanku. Rasanya seperti mimpi, jika ini memang mimpi tolong bangunkan aku dari tidur karena aku merasa tidak sanggup. Kucubit pipi dan tanganku ternyata saat ini bukan sedang bermimpi tetapi ini adalah nyata.
Semua yang pernah kubayangkan dan semua yang kutakuti hari ini, malam ini menjadi kenyataan. Hampir setiap saat ketika aku ingat mamah dan melihat lagi mamah aku selalu tak sadarkan diri sampai seluruh keluargaku sangat mencemaskaan keadaanku.
Adikku berada dipangkuan bibi, terlihat begitu polosnya dan masih belum mengerti walaupun sesekali menangis.
“Ka…Ka… bangun…bangun…jangan tinggalin dede” Kata adikku yang melihatku yang terus-menerus tak sadarkan diri.
Adikku belum mengerti dan paham apa yang sedang terjadi mungkin yang ada dalam pikirannya mamah hanya sedang tidur yang suatu saat nanti pasti akan bangun. Sulit untuk menjelaskannya karena memang dia masih sangat kecil.
Hampir semalaman aku tidak tidur dan terus-menerus menatap mamah, berharap ketika itu ada mukzijat yang diberikan Tuhan untuk mamah agar bisa terbangun lagi.
“Fi…ayo kuatin tubuh kamu harus kuat agar bisa ikut ke pemakaman dan sekarang ayo kita ikut memandikan karena saat inilah hal terakhir yang bisa kamu lakukan dalam hidupmu jangan sampai menyesal nantinya” Kata Bibi sambil membujukku.
“Ia…Fi pasti kuat insya Allah” Jawabku sambil menangis.
Fi pun turun kebawah dan langsung ikut memandikan mamah, mungkin ini adalah hari terakhirku untuk bisa melihat mamah dan bisa memandikannya. Walaupun dengan berjatuhan air mata tapi aku berusaha untuk kuat sementara tubuh ini begitu lemas. Karena tak ingin kelak penyesalanku akan selalu hadir selama hidup. Aku mencoba membasuhi dengan air pada tubuh mamah yang terlihat seakan sedang senyum kepadaku. Wajahnya begitu bersinar dan bercahaya melihatnya seperti bidadari.
Pagi itu pukul 08.30 WIB mamah akan dimakamkan di pemakaman Pagaden tepatnya dipinggir makam adikku yang meninggal sejak baru dilahirkan mungkin ia yang telah menantikannya di Surga. Begitu banyak orang yang mengantarkan mamah seluruh keluarga, tetangga bahkan teman-teman sekolah dan guru pun semuanya hadir.
Adikku selalu digendong oleh bibi dan masih belum mengerti tetapi berbeda denganku yang tak henti-hentinya menangis bahkan jatuh pingsan. Begitupun papah yang tak henti-hentinya menitikan air mata dan selalu berusaha untuk kuat dihadapanku dan seluruh orang yang hadir dipemakaman.
Semua orang yang hadir satu- persatu menghampiriku begitupun teman dan guru-guruku.
“ Fi…sabar ya, kita semua akan selalu ada untukmu jangan lupa berdoa dan semoga mamah kamu ditempatkan disisiNYA dan diampuni segala dosa-dosanya”. Itulah kata-kata yang hari itu selalu kudengar, mendengar ucapan itu membuat tubuhku terasa lemah dan jatuh pingsan. Entah yang keberapa kali aku tak sadarkan diri.
Saat pemakaman sungguh ini sangat berat untuk aku hadapi melihat mamah yang perlahan dimasukan keliang lahat dan sedikit demi sedikit tanah dimasukan untuk menimbun mamah sampai akhirnya mamah tertutupi oleh tanah yang menguburnya dan aku pun sudah tak bisa lagi intuk melihatnya. Untuk bisa melihat wajahnya lagi mungkin hanya dalan mimpi dan foto yang akan selalu aku simpan dan kenang selama hidupku ini.
Selamat tinggal mamah…
Semoga amal dan ibadahnya diterima olehMu
Aku akan selalu mendoakanmu
Walaupun Tuhan telah memisahkan kita
Selamaya akan aku kenang dan tak akan pernah hilang..
Hari pertama kulalui tanpa mamah, walaupun mamah sering meninggalkanku karena harus tidur di rumah sakit, tetapi hari ini rasanya sangat berbeda mungkin jika dulu tidak ada mamah dirumah, tapi masih bisa pergi ke rumah sakit untuk melihatnya.
Tetapi sekarang….semuanya telah berakhir tak akan ada lagi yang seperti dulu.
“Ka…Pah…mana mamah? Ke Rumah sakit lagi ya?” Tanya adikku.
Kami berdua saling bertatapan, apa yang harus dijelaskan pada adikku. Aku pun dengan mata yang berkaca-kaca dan menutupi kesedihanku tak sanggup untuk mendengar itu semua.
“ Ia, mamah lagi di rumah sakit, tapi kita masih belum bisa kesana” Jawab papah yang membohongi adikku.
Harus sampai kapan seperti ini, mungkin hanya menunggu adikku besar dan mengerti dengan sendirinya. Berat sekali melalui hari-hari ini tanpa sosok mamah tak seperti dahulu tanpa semangat dan begitu rapuh.
Sebelum melahirkan adikku, sudah sakit-sakitan banyak dokter dan rumah sakit yang menanganinya, tetapi sampai saat itu tidak ada dokter yang menyimpulkan apa penyakitnya. Sebagian dokter mengatakan mamah terkena penyakit jantung bahkan sudah divonis hanya mampu bertahan selama 4 tahun lagi, tetapi papah tak pernah memberi tahuku kalau mamah sudah divonis oleh dokter. Itu semua hanya diketahui oleh papah dan keluarga besarku. Papah tak ingin memberi tahuku dengan alasan hanya karena aku masih kecil dan tak mengerti apa-apa. Juga ini hanyalah vonis dari dokter yang semuanya belum tentu benar karena semuanya ada pada tangan yang Maha Kuasa.
Mamah sudah begitu sabar menerima semua cobaan yang telah diberika Tuhan mamah selalu menghadapinya dengan kuat wealaupun harus bolak-balik ke rumah sakit. Mungkin itu semua juga dilakukannya agar bisa terus ada disampingku dan keluargaku. Semua pengobatan sudah diberikan secara maksimal kepada mamah untuk bisa melawan penyakitnya. Dengan doa dan semangat mamah untuk bisa sembuh vonis dokter pun bisa dilaluinya juga karena kekutan terbesar ada pada Tuhan dan doa yang selalu dipanjatkan. Akhirnya mamah bisa bertahan selama 7 tahun dari vonis dokter 4 tahun.
“Tuhan, mengapa yang diambil bukan aku saja?”
“Mengapa harus mamah?”
“Adikku, papahku masih membutuhkannya…”
Itulah yang kupikirkan jika sedang melamun sendirian, tetapi rasanya begitu bodoh jika aku selalu menyalahkan Tuhan dan itu juga berarti aku tidak bisa menerima takdir Tuhan. Aku harus ingat apa yang dikatakan oleh papah “Ini semua yang terbaik buat mamah, karena Tuhan selalu memberikan yang terbaik”. Aku pun mulai berpikir jika mamah dibiarkan hidup tetapi setiap harinya merasakan kesakitan, rasanya aku pun tidak tega melihatnya. Mungkin dengan jalan seperti ini, mungkin mamah akan merasa lebih baik lagi. Tuhan maafkan aku yang selalu menyalahkanMu dan takdirMu. Saat ini aku akan berusaha untuk menerima semuanya dan mencoba mengiklahskan apa yang terjadi padaku…
Tuhan kuserahkan sepenuhnya mamahku…
Terimaksih kau telah mengirimkannya
Maaf, bila selama ini aku belum bisa menjaganya dengan baik.
Suatu saat nanti kita akan bertemu
Nantikanku di Surga
Jika waktunya tiba
Mamah….
Salam rindu, Putrimu……Fi
By: Sri Fitriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar