Sabtu, 05 Mei 2012

SENANDUNG GRIMIS SENJA

Hujan. Kala hujan, beribu kenangan berbaur bersama setiap tetes airmata yang menyakitkan. Aku benci hujan. Hadirnya membuat goresan-goresan kecil yang tak diinginkan. Saat hujan, hatiku kembali menyenandungkan lagu rindu yang tak pernah didengar..
Kuamati titik-titik hujan yang menghujam bumi, tidak satu-satu, mereka jatuh bersamaan, menghujam tanah bumi yang kering. Aku mengamatinya dari tepi jendela ini, entah kenapa hatiku membara, yaaa… tiba-tiba saja, hujan seperti menohok tepat di hatiku, mengungkit kenangan yang telah kucoba tuk menguburnya dalam-dalam. Tubuhku bergetar, kubuang pandanganku kedalam ruangan tempat kutermenung ini, entah kenapa, aku tak ingin melihat hujan ini!
20 April 2008,
Hari ini hujan. Aku melangkah ringan tanpa beban di bawah tetes-tetes air hujan yang mulai membasahi setiap helai rambut yang tersembunyi dibalik jilbab putihku. Ya, saat ini aku merasa sedang senang. Dan semua orang boleh berpikir apapun alasannya kenapa aku menjadi sesenang ini, tapi sejujurnya semua hal berlalu biasa-biasa saja. Nggak ada yang istimewa.
Dan aku baru tersadar saat tetesan hujan tak lagi sampai membasahiku. Aku meraba rambutku yang sudah mulai mengering, padahal hujan masih mengguyur bumi dengan derasnya. Aku menengadah, kulihat sebuah payung biru lembut diatasku. Dan pertanyaanku itu terjawab ketika seseorang yang tak kukenali sebelumnya sedang berjalan di sampingku.
“Ehm.. Maaf..?” Ujarku mencoba membuka pembicaraan.
“Ya..?” Jawabnya ramah sambil menatapku lembut.
“Mmm..” Aku gugup. Nggak tau harus bilang apa. Dia hanya tersenyum, sebuah senyum yang sangat indah. Sepasang lesung pipitnya menambah daya tarik tersendiri bagiku. Eps! Tapi jangan seenaknya yang ngejudge aku suka sama dia ya! Kenal aja kagak tuuuh.. Hwohohoho..
Diam. Lagi-lagi suasananya begitu sunyi untuk beberapa menit. Suara rintik hujan ditambah dengan hatiku yang ribut sendiri adalah satu-satunya yang tetap terdengar membelah kesunyian. Aku mulai memberanikan diri untuk berkata, “terimakasih..”
“Nggak apa-apa..” Ujarnya hangat dengan senyum yang nggak ilang-ilang dari bibirnya. “Ngapain sih hujan-hujanan..? Entar sakit loh..”
“Nggak apa-apa. Gue males aja nunggu kelamaan di sekolah hingga hujannya reda, jadi yaaaa.. gue nekat aja pulang ujan-ujanan..” Jawabku kali ini sudah mulai bisa menguasai keadaan. “Lagian gue juga udah bau juga kok, baru abis main basket. Hahaa..”
“Yeee.. pantesan bauuu.. hahaha..” Ujarnya sambil menutup hidungnya.
“Nggak segitunya kaliii..” Komentarku berusaha untuk tidak menonjoknya. “Eh,, ngomong-ngomong nama lo siapa sih..?”
“Elo..?” Dia malah balik nanya. Ternyata cakep-cakep gini menyebalkan juga..
“Gue Aira..” Jawabku sambil mengulurkan tangan dan berusaha untuk sedikit lebih sabar menghadapi makhluk menyebalkan yang satu ini. “Elo..?”
“Itu privasi.. Elo boleh manggil gue apa aja..” Ujarnya sok cool.
“Iiih.. Nyebelin amat sih lo!” Komentarku bersiap-siap untuk menyerangnya.
“Haahha.. Maap deh maap..” Ujarnya berusaha menghindari seranganku. “Ampuuuun.. Nih payungnya buat lo aja! Gue pergi dulu ya, byee..”
Aku memandangi payung biru di tanganku dan cowok yang udah berlari menjauh itu secara bergantian. Siapa sih tuh cowok..? Nyebelin banget! Tapi, gue dapet payung gratis.. hihihi.. asyiiik..
11 Mei 2008, 13.30 di sekolah.
“Yaaah hujan lagiii.. Mana payung gue ketinggalan lagi..” Dengus Bya kesal sambil menatap teman sebangkunya yang tetap stay cool. “Ra.. Temenin gue ke sekretariat osis dong!”
“Apa..?” Tanyaku pura-pura nggak denger. Sebenarnya emang agak kurang denger sih, hujannya terlalu deras. Ini nih satu hal yang gue paling benci dari hujan.
“Temenin gue ke sekretariat osis dong!” Ujar Bya sedikit lebih sabar mengulangi permintaannya dengan intonasi yang sedikit lebih dilambatkan. “Elo punya payung ‘kan..?”
“Ehm.. Punya..” Jawabku sambil merongoh-rongoh tas cokelat kesayanganku. Nggak ada! Ya ampuun.. tuh payung ngumpet dimana sih..? mana bukan milik gue lagi.. “Payung gue ilang!”
“Maksud lo..? Lo nuduh gue nyuri payung, gitu..?” Tanya Bya dengan tampang bloon yang emang nggak dibuat-buat.
“Enggak juga sih.. Tadi gue tarok disini..” Jawabku sambil menunjuk laci meja yang sekarang udah kosong. “Mana tau aja bener elo yang nyuri.. wkwkwkwk..”
“Dasar lo ya..” Komentar Bya kesal. “Emang tuh payung berharga banget ya buat elo..? Beli baru aja kali..”
“Berharga sih enggak.. Tapi tuh payung bukan punya gue..” Jawabku jujur, bahkan nggak sadar kalo itu udah terlalu jujur.
“Barangkali aja udah diambil sama yang punya.. Naah berubung karena elo udah ngejudge gue sebagai pencuri payung, mending gue jadi pencuri payung beneran aja deh.. hihii..” Ujar Bya pendek sambil mengeluarkan payung dari dalam tas Reyna. “Yaudah yuk pergi.. Ntar kita telat rapat osisnya.. lo mau dipecat dari kepengurusan..?”
“Kalo boleh sih..” Jawabku pendek dan polos.
17.00, di sekolah.
“AIRAAAAA..” Terdengar teriakan khas Diny dari pintu kelas. “ADA COWOK KEREN NYARIIIN KAMUUUU..”
Ini nih satu lagi ciri khas Diny, yang katanya cewek paling modis di SMP 1. Selalu aja jadi teriak-teriak gaje setiap kali salah tingkah. Bener-bener aneh bin ajaib!
“Sapa..?” Tanyaku pendek sambil sibuk menatap butiran-butiran hujan yang membias di jendela kelas. Boring deh kalo harus nungguin hingga hujan reda..
“Gue juga nggak tau namanya.. dia nggak mau nyebutin..” Ujar Diny sambil terus melangkah mendekatiku. “Siapa sih Ra..? Kenalin dong!”
“Udah ah lebai amat sih lo.. Katanya cewek termodis spensa? Jaga image dong neng!” Jawabku cuek sok menceramahi kemudian berjalan menuju pintu kelas untuk melihat siapa cowok cakep yang dimaksud. Ya ampuun.. ternyata si pangeran biruu.. omaigat.. mampus gue..
“Hai..” Sapanya pendek sambil terus tersenyum.
“Hai juga..” Ujarku berusaha untuk tetap tenang.
“Mmm.. Gue..”
Aku cepat-cepat memotong dengan nada penuh penyesalan karena merasa udah tau kemana arah pembicaraannya. “Iya! Sori yah payung lo ilang!”
“Bukan.. Maksud gue bukan itu..” Ujarnya pendek, lalu menggantung ujung kalimatnya, mungkin mikirin kata yang tepat buat marah.
“Lalu..?” Tanyaku pendek tapi langsung ngomong lagi tanpa menunggu jawabannya. “Maap deh.. entar payungnya gue ganti sama yang lebih bagus.. kalo perlu yang ada barbie-barbienya sekalian.. yang sabar yah..?”
“Yeee.. Dasar barbie maniak lo..” Komentarnya dengan sikap menyebalkan yang memang nggak pernah berubah itu. “Gue nggak sama kayak elo tauuu..”
“Terserah..” Jawabku kesal tanpa menunggu jawabannya. “Mau lo apa sih..?”
“Enggak.. Gue mau pulang..” Jawabnya ketus sambil berlalu.
“Eittss.. Tunggu! Ujan-ujanan..? Gue ikutan dong! Hihihi..” Ujarku dengan tawa kuntilanak yang pastinya terdengar aneh sekali.
“Ujan-ujanan lagi..? Dasar barbie!” Jawabnya kemudian mengurungkan niatnya untuk duluan pulang. “Kalo gitu kita tunggu aja hingga hujannya reda. Oke..?”
“Elo.. Kenapa nggak minta dijemput aja..?” Tanyaku heran.
“Elo..?” Seperti biasa, dia malah balik nanya.
“Males.. Kesannya terlalu manja dan gue nggak suka..” Jawabku datar.
“Naaah.. sama tuh!” Ujarnya asalan.
“Yee dasar..” Komentarku lalu terdiam ketika teringat sesuatu. “Eh, perasaan gue setiap kali hujan kok ketemu elo terus ya..? kalo nggak ujan gue nggak pernah liat elo tuh..”
“Yeaa.. Trus..?” Tanyanya datar tanpa ekspresi.
“Jangan-jangan..” Aku menggantung kalimatku sambil berlagak berpikir keras.
“Jangan-jangan?” Tanyanya menunggu nggak sabaran.
“Jangan-jangan elo bukan manusia.. Bener kan?”
“Kalo bukan manusia, trus gue apaan dong? Hantu? Cakep amat!”
“Mm.. Bisa jadi aja malaikat jahat..” Ujarku masiiih aja dengan gaya sok mikirku
“Malaikat jahat masa’ ngasih lo payung sih.. Yang bener tuh gue ini malaikat baek yang ngasihin titipan Tuhan buat lo.. hehehehe..” Jawabnya kepedean sendiri.
Tanpa sadar, udah berlalu beberapa jam aku menunggu bersama cowok yang sama sekali nggak dikenal itu. Dan pembicaraanpun terasa mengalir begitu saja, seperti air hujan yang tanpa habis-habisnya terus berjatuhan dari langit. Rasanya, aku tak perlu mikir dulu sebelum ngomong sesuatu, dan aku suka keterbukaan yang seperti ini.
26 September 2008
“Drrrt.. Drrrtt..”
Ponsel yang sengaja kuletakkan jauh-jauh di atas meja kembali bergetar-getar. Tapi kali ini beda dari sebelumnya, walaupun sebel, aku memutuskan untuk melihat siapa yang sms. Abisnya, dari tadi diteror Bya terus-terusan siiih, sebelllll..
From :             +6285234567890      
Message : Dluar ujn.. tp km ga kliatan.. lg dmana sh..?
Nomor nggak dikenal. Siapa sih? Tapi.. Tunggu tunggu! Ujan? Kayaknya aku tahu sesuatu deh. Sepertinya…
Aku membuang tatapanku keluar jendela. Lagi-lagi hujan. Tapi aku bisa langsung menyimpulkan kalo dia adalah si pangeran hujan. Yaaah, siapa lagi yang selalu datang tanpa diundang diwaktu hujan kalo bukan si cowok tanpa nama..?
Aku langsung mikirin nama yang bagus buat tuh cowok.. kalo pangeran hujan, nggak keren banget! Rain prince, lebih nggak elit lagi. Pangeran biru? Ogaaah.. owya,, dalam bahasa jepang, biru itu ‘ao’.. bikin ‘ao-kun’ aja ah biar sedikit terlihat lebih keren.. hhiihihi..
Sebelum sempat mengetik balasan pesannya, layar ponselku berkedip-kedip mempersilahkan sebuah panggilan untuk masuk. Aku tersenyum pendek melihat nama yang tertulis disana.
“Ao-kun” calling..
“Halo?” Sapaku pelan.
“Halo.. Liat sini dong!”
Aku menatap sekeliling dengan penasaran. Perasaan nggak ada yang aneh deh. Nggak mungkin juga kan dia udah ada di kamarku? Tiba-tiba tatapanku terhenti ketika menoleh ke luar jendela. Di tengah hujan yang lebat berdiri seseorang yang tanpa mikir panjang pun aku sudah tahu siapa dia, yaaah siapa lagi yang suka nongol sewaktu hujan?
“Hai! Ngapain sih ujan-ujanan! Tunggu ya, aku kesana sekarang!” Ujarku cepat lalu buru-buru ngambil jaket dan payung lalu menemuinya.
Alhasil, aku menghabiskan sisa-sisa hari itu bersamanya. Sisa-sisa hari yang seharusnya kulalui bersama hujan yang membosankanpun bisa kuhindari. Tapi, siapa yang bisa disalahin kalo akhirnya benih-benih yang tak diinginkan itu tumbuh..?
31 Desember 2008, 23.23 malam.
Malam ini, aku dan teman-teman sesama anggota osis mengadakan acara nginap di sekolah sekalian bikin acara tahun baruan dalam rangka seleksi anggota osis yang baru. Tapi, diluar dugaan, hujan yang nggak diharapin kehadirannya pun datang begitu saja membuat semuanya mendengus kecewa.
“yaaah.. Terpaksa deh malam tahun baruan tanpa api unggun, tanpa kembang api.. siaaaal..” Omel Vio kesal. Aku hanya tersenyum menatap ketua osis yang super duper lucu itu.
Baru saja aku ingin mengatakan sesuatu, ponselku bergetar dan mau nggak mau aku harus mengeceknya terlebih dahulu.
1 new message from ‘Ao-kun’.
-opening-
Met thn baru yah! Mga thn ini bkal lbh baek dr thn kmrin..
Aku tersenyum sambil memencet-mencet tombol di ponselku untuk mengirim balasannya. Rasanya udah lama banget nggak ketemu si pangeran hujan. Kangeen..
To : “Ao-kun”
Mw blgin itu aja..?
Nggak berapa lama kemudian, sebuah panggilan dari si pangeran hujan membuyarkan lamunanku. Aku menjauh dari yang lain kemudian diam-diam sibuk teleponan sama si pangeran hujan. Hihii.. kalo sampe semua tau, bisa berabe deh urusannya.. ckckckck..
1 januari 2009, 00.00
Dia mengucapkan kata itu.
Aku kalut, ragu dan bimbang, dan senang, dan nggak bisa percaya, dan semuanya nyampur jadi satu. Dia bilang suka aku. Ghifari suka aku! Omaigaaat.. how unbelievable!
Oia, ternyata si pangeran hujan punya nama juga. Dia bilang, namanya Ghifari, kelahiran jakarta 17 September 1995, hobi musik olahraga makan dan tidur, tapi nggak gendut, tinggi 180 cm dan berat 70 kg. Aku mendapatkan data lengka
By: Aihara Yukiya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar