Minggu, 06 Mei 2012

SYAIR HATI




Mentari itulah nama kecilku, ketika aku masih dalam pelukan, ketika aku masih selalu merengek minta ini itu tanpa terpikir seberapa berat beban mereka.

Nama itu diberikan orang tuaku agar aku kelak menjadi orang yang mampu mandiri bagai sinar mentari yang tak lelah menyinari bumi. Menyinari orang-orang yang ada didekatnya, tanpa bantuan sinar lainnya.

Sejak kecil aku selalu diajarkan untuk mandiri, melakukan sesuatu harus bisa sendiri. Dengan harapan aku bisa belajar tanpa merepotkan orang lain, tanpa tergantung orang lain. Meskipun hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.

***


Sekian lama aku belajar akan hal itu dalam kehidupan ini. Hingga suatu kali aku bertemu dengan seorang pria tampan. Ka’ Damar itulah orang yang membuatku selalu belajar akan arti hidup. Mengenalnya bagai mentari yang selau bersinar terang tanpa ada awan-awan yang berlari menghalangi jalan sinarnya, bagai angin yang bertiup kencang membawa sejuta harapan.

Bagiku dia adalah laki-laki yang perfect alias sempurna. Dengan waktu yang kita jalani selalu bersama. Dimana ada dia pasti disitu ada aku. Dimana ada hatinya disitulah hatiku. Begitu besar harapanku kepadanya, dan aku berusaha untuk menjadi orang yang selalu ada buat dia.
Tibalah waktu yang kutunggu, saat dimana dia akan mengutarakan isi hatinya. Malam minggu ditaman kota itu aku menunggu hadirnya sesuai dengan janjinya.


Dan kulihat sinar dimatanya pertanda ia sedang bahagia. Akupun ikut merasakan kebahagiaannya. Begitu dia duduk disampingku, serasa jantungku tak mau berhenti menunggu kata-kata indah yang terucap dari bibirnya. Namun sekejap rasa itu berubah ketika dia berkata.
“de hari ini kaka’ senang banget, karena kaka’ sudah punya pacar sekarang”
Batinku tak terasa lagi, hambar. Rasanya seperti tersambar petir DUARRR…M

Untuk saat itu aku hanya mencoba tersenyum untuk kebahagiaannya. Namun di dalam hati kecilku menangis. Menangis sekencang-kencangnya.
Sejuta harapan telah kutanam namun tiada satu pun yang dapat aku petik. Salah besar aku jika terlalu mengharapkannya lagi. Dia hanya menganggapku sebagai seorang adek yang menurut dia adalah adek kesayangannya. Namun aku sulit menerima semua itu. Meskipun aku masih bisa selalu berada didekatnya.

Sejuta kebencian dan kekecewaan terpendam kepada seoarang gadis yang telah merebut hati ke’ Damar. Hingga suatu kali aku mencoba mencelakainya, namun ternyata yang terkena ialah ka’ Damar. Karena dia berusaha menyelamatkan kekasihnya itu, dia tertabrak mobil yang memang sengaja ingin kutabrakkan kepada gadis itu.


Sesalpun tiada akhir, mengapa aku begitu tega merenggut nyawa orang-orang yang tak bersalah. Mulai dari itu aku mencoba berpikir, mengapa aku tak punya perasaan. Bukankah mereka juga ingin bahagia. Denga cara mereka sendiri. Oh Tuhan Ampuni dosa-dosa yang telah aku perbuat. Aku ingin berubah, aku tak ingin egois, aku ingin semua orang yang ada didekatku merasa bahagia. Termasuk orang tuaku yang telah membari nama aku Mentari. Karena selama ini aku telah menjadi mentari yang tertutup awan tebal tanpa satu sinarpun yang menerangi bumi yang kuintai ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar