Senin, 07 Mei 2012

Ibu yang berarti



Orang bilang matakau berwarna "cokelat sapi", dan rambut pirang panjangku adalah bagian diriku yang paling menarik. Hidungku agak kebesaran; wajahku berbentuk bulat talur. Aku tidak gemuk, tapi aku juga tidak kurus kering. Satu-satunya cara menggambarkan tinggiku adalah aku merupakan "tantangan vertikal".
Aku cukup bahagia dengan penampilanku, tapi dari mana aku mendapatkannya? Apa aku memiliki wajah yang sama dengan seorang asing? Sering, ketika menyusuri jalan, aku mencoba orang asing itu, membayangkan salah satu wanita yang berpapasan denganku bisa jadi adalah ibu biologisku.

Aku tak pernah bertemu ibuku. Aku diadopsi sejak lahir, dan aku diangkat oleh keluarga yang sangat baik. Lama aku bertanya-tanya akan seperti apa hidupku dengan ibu kandungku? Apakah akan tetap sama? Di mana aku akan tingal? Apakah aku akan menjadi lebih bahagia? Siapa yang akan menjadi teman-temanku?

Aku tidak pernah puas dengan hidupku; aku hanya tak pernah berhenti membayangkan akan seperti apa rasanya dibesarkan oleh ibuku sendiri. Dan kemudian ketika suatu hari sedang menjaga anak seorang teman, aku menemukan sebuah puisi di dinding kamar anak-anak. Isinya membandingkan adopsi dan kemudian dirawat oleh orang lain. Orang yang kedua menyirami benih itu dan membuatnya tumbuh tinggi serta indah. Aku merasa isi puisi itu sangat cocok dengan situasiku.

Aku sadar ibuku telah menjadikanku sebagai diriku yang sekarang, tak peduli seperti apapun rupa kami. Dan aku mulai menyadari bahwa kami mempunyai kepribadian konyol yang sama, pandangan hidup yang sama, cara memperlakukan orang yang sama, dan banyak hal lain yang sama. Ia menggulung rambutku untuk dansa pertamaku. Ia berada di sampingku ketika aku patah hati untuk pertama kali. Ia memegang tanganku setiap kali aku harus disuntik. Ia tersenyum di tengah penonton pada drama sekolahku yang pertama. Ia selalu ada untuk semua yang penting, dan apa yang bisa menandinginya? Ia ibuku.

Kadang kalau kami berdua pergi ke suatu tempat, orang-orang mengomentari kemiripan kami, dan kami saling pandang dan tertawa, baru diingatkan kembali bahwa bukan dialah yang mengandungku selama sembilan bulan.

Meski aku mungkin tidak tahu mengapa rupaku seperti ini, aku tahu kenapa aku bisa menjadi diriku yang sekarang. Ibuku yang sekarang aku miliki adalah yang terbaik yang bisa kuperoleh, bukan saja karena ia memiliki segunung cinta yang tak bersyarat, tapi juga karena ia telah membentukku menjadi diriku yang sekarang, kualitas dan karakteristikku. Dialah yang membuatku cantik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar